Thursday, July 20, 2017
Home »
Dunia Dalam Berita
» prostitusi di jakarta sudah ada sejak kota itu bernama batavia
prostitusi di jakarta sudah ada sejak kota itu bernama batavia
J.P. Coen
Praktik-praktik prostitusi sudah ada sejak masa awal penjajahan Belanda, karenakan jumlah perempuan Eropa dan Cina di Batavia lebih sedikit dibandingkan jumlah prianya saat itu. Bahkan, sejak masa J.P. Coen pun telah marak pelacuran. Namun secara tegas ia tidak setuju dengan tindakan para pelacuran tersebut. Di zamannya itu, JP Coen pernah menghukum putri angkatnya, Sarah, yang saat itu ketahuan bermesraan dengan perwira VOC di kediamannya.
Alhasil, saking kesalnya dan ingin memberantas tindakan asusila tersebut, sang perwira yang berbadan tegap itu dihukum pancung. Sedangkan putri angkatnya didera dengan badan setengah telanjang. Ia tegas menolak prostitusi, namun usai ia lepas kekuasaan, para penggantinya tak bisa membendung pelacuran tersebut. Ini merupakan masalah klasik yang dihadapi Batavia seiring dengan perkembangan kota Batavia ini.
Awal pelacuran di Jakarta di Macao Po (abad XVII). Tempat ini sangatlah berkembang, bahkan orang membilangnya sakit sipilis atau sakit mangga. Dalam perkembangan selanjutnya, kompleks pelacuran Gang Mangga tersaingi oleh rumah-rumah bordil yang didirikan oleh orang Cina yang disebut soehian. Kompleks pelacuran semacam ini kemudian dengan cepat menyebar ke seluruh Jakarta.
karena tempat tersebut sering terjadi keributan, pada awal abad XX soehian-soehian di sekitar Gang Mangga kemudian ditutup oleh pemerintah Belanda. Pemicu ditutupnya soehian adalah peristiwa terbunuhnya pelacur Indo yang tinggal di Kwitang bernama
Fientje de Ferick
Fientje de Ferick pada tahun 1919 di soehian Petamburan.
Namun pelacur-pelacur tersebut bukannya kapok malah makin berkeliaran. Buktinya saja mereka para pelacur tersebut berganti wilayah ke komplek pelacuran di geng Hauber (Petojo) dan Kaligot (Sawah Besar). Di awal tahun 1970 an gang Hauber masih dihuni oleh para pelacur. Singkatnya, praktik pelacuran berkembang makin pesat di masa kolonial Belanda.
Perbandingan Perempuan dan Pria
Pada tahun 1930, misalnya, perbandingan jumlah perempuan tiap 1000 pria di Hindia Belanda adalah sebagai berikut: Eropa, 1.000:884, Cina, 1.000:646, dan Arab, 1.000:841. Selain itu, kondisi perekonomian yang stagnan dan cenderung memburuk pada dasawarsa 1930-an ketika terjadi krisis ekonomi turut pula memengaruhi seorang perempuan dalam menentukan keputusan untuk terjun ke dunia pelacuran.
Kemiskinan merupakan kondisi tak terpisahkan dari sejarah bangsa Indonesia selama masa penjajahan. Sebagaimana diketahui, memasuki dasawarsa 1930-an, kekuasaan Belanda di Indonesia—dan hampir semua negara di dunia—mulai mengalami tekanan ekonomi, terlebih saat krisis ekonomi melanda dengan dahsyatnya pada tahun 1930. Keberhasilan ekonomi yang dinikmati oleh pemerintah kolonial Belanda berakhir karena depresi ekonomi tahun 1930 itu.
Depresi ekonomi yang mulai terasa pada pertengahan tahun 1920-an di antaranya disebabkan oleh jatuhnya harga-harga komoditi internasional seperti gula dan kopi, sehingga berdampak pada menurunnya aktivitas ekspor dan impor yang pada akhirnya juga berpengaruh pada berkurangnya kesempatan kerja. Berkurangnya kesempatan kerja secara otomatis meningkatkan jumlah pengangguran. Sebenarnya, kerugian yang diderita oleh Jakarta tidak begitu besar, tidak separah apa yang dialami oleh Surabaya, karena Jakarta tidak terlalu terlibat dalam industri gula.
Meskipun krisis ekonomi masih melanda di tahun 1930-an, perlu digarisbawahi bahwa selama dasawarsa 1930-an sebenarnya ada perkembangan industri di Jakarta dengan indikasi meningkatnya jumlah pabrik yang beroperasi di Jakarta. Namun sayang, meningkatnya perkembangan industri tersebut hanya mampu menyerap 19% tenaga kerja dari seluruh angkatan kerja yang ada di Jakarta saat itu, di mana 13% dari tenaga yang terserap adalah orang pribumi. Tenaga kerja selebihnya yang tidak terserap di pabrik/industri bekerja di bidang transportasi (kapal, trem, dan kereta api).
Walaupun demikian, jumlah tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan pekerjaan yang ada dan menurunnya jumlah impor barang-barang dari luar negeri mengakibatkan pengangguran semakin meningkat. Dari kondisi itulah kemudian muncul suatu gejala menarik yang dapat dilihat di sektor informal yang berkembang cukup menyolok pada masa itu, yaitu meluasnya penjaja jasa, khususnya jasa layanan seksual.
Misteri yang tersimpan Monster Loch Ness di skotlandia
Para ahli sejarah telah mencatat bahwa manusia dan dinosaurus hidup di jaman yang berbada Diperkirakan dinsosaurus telah mati terkena h...

0 comments:
Post a Comment